SELAMAT DATANG DI BLOG IKAPPI (IKATAN ALUMNI PONDOK PESANTREN IBADURRAHMAN)DAN SELALU IKUTI PERKEMBANGAN KAMI DI BLOG INI _SEMOGA SUKSES SELALU UNTUK KITA_

Jumat, 05 Oktober 2012

2 HUKUM SHOLAT DI DALAM MASJID YANG TERDAPAT KUBURAN/MAKAM



ust reza abdul fattah 
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على سيد المرسلين وعلى اله وأصحابه اجمعين. أما بعد

Saudaraku IKAPPI khususnya dan kaum muslimin umumnya
Saat ini kita sedang disuguhkan sebuah fenomena dari sekelompok orang yang menisbatkan kelompok mereka dengan nama Salafy, padahal hakikatnya mereka adalah kaum Talafy(perusak) hal ini dikarenakan banyak permasalahan dalam bidang agama yang justru mereka(salafi wahabi.red) menyelisihi para pendapat ulama Salafusholih yang sesungguhnya, seperti dalam masalah hukum sholat di dalam masjid yang ada kuburan/makamnya.
Sebagaimana banyak peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, para Salafi Wahabi mengharamkan sholat di dalam masjid yang memiliki maka di dalamnya atau di depan area masjid dan merekapun mewajibkan pengikutnya untuk menghancurkan masjid yang memiliki makam tersebut, hal ini sebagaimana terjadi di Libya, di mana para golongan tersebut menghancurkan masjid, makam waliyullah Sayyidina Asy-syeikh Abdussalam Al-asmar, perpustakaan, dan zawiyah sufi beberapa waktu lalu, mereka menghancurkan itu atas nama memerangi kemusyrikan, karena mereka menghukumi bahwa sholat di masjid yang ada makam, baik itu maka orang sholih dari para waliyullah dan ulama itu sebagai perbuatan yang syirik yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam.
Lalu apa sebenarnya hukum membangun masjid yang ada kuburannya? Dan bagaimana hukum sholat di dalamnya? Dan bagaimanakah pendapat para Ulama mu’tabaroh(As-salafushsholih yang sesungguhnya) atas masalah ini? Tulisan ini insyaAllah akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dan tulisan ini sesungguhnya adalah saduran dari kitab “المتشددون: منهجهم ومناقشة أهم قضاياهم ktab ini adalah karya tulis Mufti Republik Mesir yaitu Al-‘alim Al-‘Allamah DR. Nuruddin Ali Jum’ah,dan saya hanya menyadurnya saja. Semoga tulisan ini bisa menjadi hujjah yang baik atas permasalahan-permasalahn di atas, dan tulisan ini bukan untuk mengadu domba antar sesama golongan, namun hanya sebagai hujjah atas suatu permasalahan dalam agama. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
قل هاتوا برهانكم غن كنتم صادقين
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kawan-kawan IKAPPI khususnya dan para muslimiin dan muslimat pada umumnya

Tunisia, 30-Agustus-2012

Al-haqiir ‘indallah Reza Abdul fattah

Sebagamana telah kami tuliskan dalam prolog di atas bahwa saat ini kita sedang menghadapi suatu golongan yang mengharamkan membangun masjid yang ada makamnya dan mengatakan bahwa sholat di dalamnya tidak sah dan memvonis pelakunya sebagai kafir. Maka, kami akan menukilkan pendapat para ulama tentang hukum dari permasalahan di atas.
Para ulama as-salafu ash-shoolihuun telah sepakat (ijma’)[1] bahwa sholat di dalam masjid yang ada makam atau kuburanya baik itu kuburan para Nabi, Awliya, dan Sholihiin itu SAH, diSYARIATKAN bahkan ada terkadang sampai kepada derajat MUSTAHAB. Adapun dalil-dalil yang mensyari’atnkan atau mensahkan permasalahan di atas adalah sebagai berikut:
1.      Dalil Al-Qur’an.
Adapun dalil dari Al-qur’an adalah firman Allah Ta’aala pada surah Al-kahfi ayat 21:
فقالوا ابنوا عليهم بنيانا ربهم أعلم بهم قال الذين غلبوا على امرهم لنتّخذنّ عليهم مسجدا.

Wajhul istidlal dari ayat di atas adalah: bahwasanya ayat tersebut mengisyaratkan pada kisah Ashhabul Kahfi, yaitu ketika sebagian orang-orang memperlihatkan tentang Ash-habul kahfi, lalu ada dua golongan, golongan yang pertama mengatakan: “bangunlah di atas gua Ashhabul kahfi sebuah bangunan. Lalu golongan yang ke dua mengatakan: “bahkan kami akan menjadikannya sebagai masjid”.
Berikut adalah penafsiran Ulama mu’tabar atas ayat ini:
a.       DR. Nuruddin Ali Jum’ah menjelaskan bahwa redaksi dari ayat di atas menunjukan bahwa redaksi yang pertama adalah perkataan kaum musyrikin(yang memerintahkan membangun sebuah bangunan) sedangkan redaksi yang ke dua adalah ucapan Ahli Attauhiid (yang ingin membangun sebuah masjid di atas gua Ashhabul kahfi), tak dapat dipungkiri bahwa ayat ini mengutarakan dua ucapan (ucapan orang musyrik dan ucapan ahli tauhid/mu’min), jika memang dari ucapan kedua golongan tersebut mengandung sesuatu yang bathil maka selayaknya akan ada ayat lain yang menunjukan kebathilan dari ucapan golongan-golongan tersebut, sedangkan penetapan ayat ini terhadap kedua redaksi tersebut menunjukan bahwa telah ada syari’at bagi kedua golongan itu, bahkan ayat tersebut mengutarakan ucapan ahli tauhid dengan redaksi pujian, dalilnya adalah bahwa adanya sikap saling menerima antara ucapan ahli tauhid dan ucapan orang musyrik yang penuh dengan keraguan, artinya adalah bahwa orang musrik menerima keinginan golongan ahli tauhid untuk membangun sebuah masjid di dalam gua tersebut, hali ini bahwa orang mu’min bukan hanya menginginkan mendirikan sebuah bangunan, akan tetapi mereka ingin membangun sebuah masjid, dan ucapan ini menunjukan bahwa orang-orang ahli tauhid ini adalah orang-orang yang ‘Arif billah dan mereka adalah orang-orang yang mengenalkan diri mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan ibadah dan sholat..

b.      Al-imam Ar-Rozi dalam menafsirkan لنتخذنّ عليهم مسجدا mengatakan:
نعبد الله فيه ونستبقي آتار أصحاب الكهف بسبب ذلك المسجد
Artinya: Kami menyembah Allah dan meminta pengabadian peninggalan-peninggalan Ashhabul Kahfi dengan sebab masjid tersebut.[2]

2.      Dalil dari hadits Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun dalil yang bersumber dari hadits Rosulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadits Abi Bashir yang diriwayatkan oleh Az-zuhri:
إنّ أبا بصير انفلت من المشركين بعد صلح الحديبية، وذهب إلى سيف البحر ولحق به أبو جندل بن سهيل بن عمرو انفلت من المشركين أيضا، ولحق بهم أناس من المسلمين حتى بلغوا ثلاثمائة وكان يصلي بهم أبو بصير. كان يقول:
"
الله العلي الأكبر من ينصر الله ينصر"
فلما لحق به أبو جندل كان يؤمهم، وكان لا يمر بهمعير لقريش إلاّ أخذوها وقتلوا أصحابها فأرسلت قريش إلى النبي صلى الله عليه وسلم تناشده الله والرحم إلا أرسل إليهم فمن أتاك منهم فهو آمن، وكتب رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى أبي جندل وأبي بصير ليقدما عليه ومن معهم من المسلمين ان يلحقوا ببلادهم وأهليهم، فقدم كتاب رسول الله صى الله عليه وسلم على أبي جندل، وأبو بصير يموت، فمات وكتاب رسول الله صلى الله عليه وسلم بيده يقرؤه، فدفنه أبو جندل مكانه، وبنى على قبره مسجدا".[3]

DR. Ali Jum’ah menjelaskan bahwa: Hadits ini menceritakan nahwa ketika Abu bashir wafat lalu Abu jandal membangunkan sebuah masjid di atas kuburannya dan ketika itu dihadiri oleh sekitar 300 orang sahabat, hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Mua bin Uqbah dalam “maghoozinya” dari Azzuhry dari Urwah bin Zubair dari Miswar bin Mukhromah dan Marwan bin Al-hakam Rodhiyallahu ‘anhum, dan mata rantai periwayatan ini semuanya shohih dan semua perawinya adalah para A_immah tsiqoot kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan ini sebagai sunnah dan tidak memerintahkan mereka untuk mengeluarkan kuburan Abi Bashir dari dalam masjid dan juga tidak memerintahkan untuk meratakannya dengan tanah, dan kemudian amalan ini (membangun masjid di atas kubur) berlanjut dari masa ke masa tanpa ada pertentangan.[4]

3.      Perbuatan para sahabat.
Adapun dalil yang selanjutnya adalah apa yang dilakukan oleh para sahabat dalam masalah ini.
Adapun perbuatan para sahabat rodhiyallahu ‘anhum dalam masalah ini adalah sangat jelas dan nampak dari sikap mereka saat memakamkan Sayyidana Rosulallahi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbedaan pendapat di kalangan mereka. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Al-Imam Malik RA tentang perbedaan pendapat para sahabat tentang lokasi pemakaman Rasulullah SAW, maka Imam Malik RA berkata: (“Orang-orang telah berkata: “ Rasulullah dimakamkan di mimbar”. Lalu yang lai berpendapat: “Rasulullah SAW harus dimakamkan di Baqi”. Lalu datanglah Sayyiduna Abu Bakar Ash-shiddiq RA seraya berkata: “tidak pernah sama sekali seorang Nabi dikubur kecuali di tempat ia wafat, maka dibumikanlah di dalamnya’.[5]Adapun wajhul istidlalnya adalah; bahwa para Sahabat ridhwanullahi ‘alaihim mengusulkan agar Rasulullah Saw dimakamkan di sisi mimbar beliau, dan tentunya itu berada di dalam masjid, dan tidak ada satu orang pun yang menentang usul ini, adapun yang mengusulkan untuk dimakamkan di Baqi itu bukan bentuk penentangan, melainkan hanya sebuah usul, ataupun yang diucapkan oleh Sayyiduna Abu Bakar Ash-shiddiq RA bahwa beliau tidak menyetujui usul ini, namun ketidak setujuan beliau bukan sebagai bentuk penentangan dan pengharaman memakamkan Nabi di dalam masjid, melainkan sebagai bentuk penerapan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW dimana beliau ingin dikibur ditempat beliau wafat.

Dan setelah para Sahabat ridhwanullahi ‘alaihim menetapkan lokasi pemakaman baginda Rosulullah SAW yaitu di kamar Siti Aisyah, maka kita akan mendapati suatu fakta, bahwa kamar Siti Aisyah itu bersambung dengan masjid yang digunakan oleh kaum muslimin untuk sholat. Maka kaum musliminpun melaksanakan sholat di dalam masjid yang menempel dengan kamar Siti Aisyah yang di dalamnya terdapat kubur jasad mulia jasad Baginda Nabi Muhammad SAW. Dan tatkala sayyduna Abu Bakar RA wafat beliaupun dimakamkan di samping makam Nabi SAW, maka masjid itu menjadi tersambung dengan dua kubur, dan tatkala Sayyduna Umar bin Khothob wafat ia pun dimakamkan disamping makam Nabi Saw, maka masjidpun menjadi menempel dengan tiga buah makam.

Dan jingga saat ini kaum muslimin masih melaksanakan sholat di dalam masjid Nabawi dan tidak ada satupun orang yang menentang, maka jika suatu perbuatan yang telah dilakukan kemudian tidak ada penentangan maka perbuatan tersebut menjadi Ijma’ ‘amali, dan tidak ada pengharaman sholat di dalam masjid yang bersambung dengan kamar Sayyidina Rasulullah SAW yang mana di dalam kamar tersebut terdapat makam jasad suci Nabi Muhammad SAW.

Namun ada sebagian golongan yang menentang perbuatan ini (membangun masjid yang ada makamnya.red) dan mereka mengatakan bahwa ini hanya dikhususkan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. Penolakan terhadap hal tersebut dan klaim bahwa hukum (boleh membangun masjid yang bersampingan dengan kuburan) ini hanya khusus untuk Nabi harus mendatangkan dalil pengkhususannya. Namun ternyata tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah tentang pengkhususan hukum tersebut hanya bagi Nabi SAW saja. Artinya hukum ini bersifat ‘amm (umum) yaitu boleh bagi membangun masjid yang terdapat makam dan melaksanakan sholat di dalamnya.

Sebagaimana telah kami jelaskan bahwa di dalam masjid Nabawi tidak hanya terdapat makam Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam saja, namun terdapat juga makam Sayyidina Abu Bakar Ash-shiddiq Rhadiyallahu ‘anhu dan makam Sayyidina Umar bin Khattab Rhadiyallahu ‘anhu, maka dari sini gugurlah pendapat orang yang mengatakan bahwa kebolehan membangun masjid yang ada kuburannya hanya khusus untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja..

Memang, dahulu tiga makam tersebut hanya sekedar menempel dengan masjid nabawi, namun pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz tiga makam ini dimasukan kedalam wilayah masjid, dan pada saat itu semua ahli fiqh di kota Madinah sepakat terhadap rencana peluasan masjid Nabawi yang mengakibatkan tiga makam tersebut bukan hanya menempel dengan masjid namun juga masuk ke dalam wilayah masjid, akan tetapi ada satu ulama pada saat itu yang tidak sepakat terhadap rencana tersebut, beliau adalah Sa’id bin MusayyabRhadiyallahu ‘anhu, namun ketidak sepakatan beliau terhadap rencana tersebut bukan karena haramnya memasukan kuburan ke dalam wilayah masjid, akan tetapi penolakannya berdasarkan keinginannya untuk mengabadikan kamar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai situs sejarah agar para ummat Islam bisa mengambil contoh dari kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang begitu zuhud, dan agar kaum muslimin mengetahui bagaimana kehidupan Nabi mereka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari sunnah inilah para kaum muslimin bersepakat dan banyak yang membangun masjid mereka dan di dalamnya terdapat makam para ahlul bait, orang-orang sholih, awliyaaullah dan juga makam para ulama, hal ini sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin sejak dahulu hingga sekarang baik di barat atupun di timur. Lalu kenapa saat ini muncul sebagian golongan yang mengharamkan membangun masjid yang ada kuburan di dalamnya dan mengharamkan sholat di dalamnya dan menghukumi orang yang sholat di dalamnya sebagai orang yang syirik dan keluar dari iman, dan anehnya lagi mereka menisbatkan diri mereka sebaga Salafi sedangkan para As-salafu Ash-sholihun justru membolehkan bahkan menghukumi hal ini sebagai sunnah. Apa yang terjadi kepada golongan ini sehingga mereka menyelisihi ijma’ muslimiin??? Subhanallhi hadza buhtaanun ‘azhiim.

Di antara sebab yang menjadikan mereka menghukumi haram terhadap masalah ini adalah kesalahan mereka memahami hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim rdhiyallahu ‘anhuma:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد"[6] (متفق عليه)
Artinya: Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat kaum yahudi dan nashroni yang telah menjadikan kubur Nabi-nabi mereka sebagai tempat sujud. (HR. Bukhori-Muslim).

Para golongan Salafi Wahabi menjadikan dalil ini sebagai dalil untuk mengharamkan membangun masjid yang di dalamnya ada kuburan, padahal istimbath mereka terhadap hadits ini bisa dibilang keliru jika tidak mau dibilang salah. Karena para ulama ahli hadits yang mu’tabar tidak menganggap hadits ini sebagai larangan membangun masjid yang di dalamnya ada kubur atau yang bersambung dengan kubur, namun para Ulama memahami hadits ini sebagai larangan untuk menjadikan kubur para Nabi sebagai sesembahan kemudian orang-orang menyembah jasad yang ada di dalam kubur, dan hal ini lah yang dilakukan para yahudi dan nasrani, mereka menjadikan makam Nabi mereka sebagai sesembahan sehingga mereka dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal ini sebagaimana firman ALLAH ‘Azza wa jalla:
( اتّخذوا أحبارهم ورهبانهم اربابا من دون الله والمسيح بن مريم وما أَمروا إلاّ ليعبدوا إلها واحدا لاّ إله إلا هو سبحانه عما يشركون) (التوبة: 31).

Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alim di kalangan mereka(yahudi) dan rahib-rahib mereka (nashroni) sebagai Tuhan selain Allah ta’ala, dan juga Al-masih putra Maryam; padahal merekapun diperintahkan untuk mnyembah hanya kepada Tuhan yang Maha Esa; Tidak ada Tuhan selain Dia (Allah). Maha suci Allah dari apa yang mereka sekutukan. (QS. Attaubah: 31).

Maka inilah arti sujud yang menyebabkan laknat Allah Ta’ala, atau menjadikannya sebagai kiblat selain kiblat yang telah disyari’atkan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang Yahudi dan Nasrani. Di mana mereka menghadap ke kuburan dan menjadikannya sebagai kiblat dalam ibadah dan menyembah para rahib mereka. Inilah yang dipahami oleh para Ulama tentang hadits yang diriwayattkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim di atas (tentang pengharaman menjadikan kubur sebagai tempat sujud).

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para Ulama ahli hadits, di antaranya adalah:
Asy-syeikh As-sanadiy menjelaskan hadits ini dalam kitabnya Hasyiyah Assanadi juz 2 halaman 41, beliau berkata: “ dan maksud dari sabda rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ummatnya membuat kubur Nabi SAW seperti apa yang diperbuat oleh orang Yahudi dan Nasrani terhadap kuburan Nabi-nabi mereka, yaitu para Yahudi dan Nasrani menjadikan kubur-kubur tersebut sebagai tempast sujud, baik itu sujud sebagai pengagungan atau menjadikan kubur tersebut sebagai kiblat untuk ibadah dan yang serupa dengan ibada kepada kubur tersebut. Dam dikatakan: adapun jika menjadikan masjid di sisi kuburan orang sholih sebagai bentuk mengharap keberkahan dari Allah Ta’ala dengan wasilah orang sholih tersebut, maka hal ini TIDAK DILARANG”.[7]

Al-Imam Ibnu Hajar Al-‘asqolani dan banyak Imam-imam ahli hadits lainnya telah menukil sebuah penjelasan tentang hadits ini dari Al-Imam Al-baidhowi, beliau berkata: “ Al-Imam Al-baidhowi berkata: “ketika Yahudi sujud kepada kubur paraa Nabi mereka baik itu sebagai pengagungan atau menjadikannya kiblat dan sholat menghadapnya atau seumpama dari hal itu maka mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai berhala-berhala, lalu Allah ta’ala melaknat mereka, dan melarang kaum muslimin melakukan hal itu dan mencegahnya. Adapun orang yang menjadikan masjid atau membangun masjid di samping kuburan orang yang sholih atau sholat di kuburannya dengan MAKSUD meminta bantuan dengan ruhnya (sebagai wasilah) dan denagn maksud agar ia sampai kepada atsar dari ibadahnya bukan dengan maksud mengagungkan kuburan itu dan menghadap kepadanya maka hal ini tidak apa-apa atau tidak haram.[8]

Demikianlah penjelasan para Ulama ahli hadits, maka selayaknya bagi para Salafi Wahabi mutasyaddid agar mengetahui bagaimana bentuk pelarangan dalam hadits tersebut dan siapa yang dilarang dalam hadits tersebut, dan janganlah melihat kepada apa yang dilakukan oleh ummat Islam lalu mengatakan bahwa hadits itu datang untuk orang Islam, ini adalah perbuatan kaum Khowarij. Na’udzu billahi min dzalik, dan hendaknya mereka meletakan dalil sesuai dengan tempatnya.

Dari penjelasan di atas jelas bahwa hukum sholat di dalam masjid yang bersampingan dengan makam maka sholatnya sah atau jika di dalam masjid tersebut di buat bangunan tersendiri untuk makam di pinggiran masjid atau di depan dengan dibatasi tembok maka sah juga, adapun jika shalat di masjid dan ada kuburan di dalamnya yang mana kuburan tersebut tidak terpisah (misal kuburannya di tengah2 masjid) maka menurut madzhab Hambali sholatnya tidak sah, dah haram, adapun menurut tiga madzhab yang lain adalah: di makruhkan sholat jika kuburan tersebut ada dihadapan orang yag sholat tanpa pemisah, karena itu menyerupai dengan sholat kepada kuburan tersebut. Wallahu a’lam



[1] . Ijma’ adalah kesepakatan seluruh kaum muslimin tentang suatu hukum, dan ijma’ menempati posisi ke 3 sebagai sumber hukum setelah Al-Qur’an dan Assunnah.
[2] . Tafsir Ar-Rozi: Juz 11 hal. 106 cetakan Daarul Fikr  tahun 1995.
[3] . Ibnu Abdil barr meriwaytakan hadits ini dalam kitab Al-isti’ab juz 4 hal. 1614, Ibnu Sa’ad meriwayatkan dalam kitab Ath-thobaqoot al-kubro juz. 4 hal. 134, dan masih banyak lagi periwayatan yang lainnya.
[4] .penjelasan beliau tentang hadits ini penulis ambil dari penjelasan beliau dalam website http://www.dar-alifta.org/f.aspx?ID=327279 (ini adalah  jawaban dari beliau terhadap pertanyaan yang penulis ajukan di website tersebut).
[5]. Al-Muwatho lil Imam Malik, juz. 1 hal. 231.
[6].  Imam Bukhori mentakhrij hadits ini dalam kitab Shohihnya juz. 1 hal. 446 dan Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dalam kitab Shohihnya juz 1 hal. 376.
[7] . Hasyiyah As-sanadi ,juz. 2, hal. 41.
[8] . penjelasn ini diriwayatkan dalam kitab: fathul baari, juz. 1 hal. 524, Kitab syarah Azzarqoni, juz. 4, hal. 290, dan faidhul qodiir, juz. 4, hal. 366.

2 komentar:

Mukhtasor Achmad mengatakan...

semoga group ini bermanfaat,

Toko herbal online mengatakan...

terimakasih gan atas penerangan nya
asalamualaikum

 

ikappi Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates